kata hikmah

"Merendahlah engkau seperti bintang gemintang, berkilau dipandangorang di atas riak air dan sang bintang nun jauh tinggi..
Jangan seperti asap yang mengangkat diri tinggi di langit padahal dirinya rendah hina." (alm. ust. rahmat abdullah)

Jumat, 24 Februari 2012

Iseng-Iseng Tapi Mengagumkaaan..!



               pulang ngIB lembu

 awalnya bermaksud nak jogging, but liat sunrise cerah sangat jepret dulu laaah :D


sunrise di pagi penuh smangad :) 
lokasi: samping restoran Lamnyong
sunrise masih di pagi penuh smangad :) 
lokasi: Jembatan Lamnyong


Binatang-binatang mungil, fantastis, n  funny penghuni hutan kecil (semak) blakang klinik Interna :)
 
Butterfly
Laba-laba imuet
Semut
  Butterfly kehujanan
Butterfly
Belalang
Belalang
 ulat bulu. pantesan aja gatal kalo kena ne ulat.. duri-durinya, sereeem!


                                                                  

Minggu, 19 Februari 2012

KASUS NO 3155 PNEUMONIA INTERSTIALIS PADA ANJING


LAPORAN KOAS ppdh LABORATORIUM pATOLOGI
PENDAHULUAN
            Studi patologi adalah studi tentang etiologi, mekanisme, dan manifestasi penyakit dengan teknik dan pengetahuan yang didapat dari disiplin ilmu diantaranya yaitu antomi, fisiologi, mikrobiologi, biokimia, dan histologi. Informasi yang diperoleh dari studi patologi diperlukan sebelum mengembangkan metode yang dapat digunakan untuk mengendalikan dan mencegah penyakit.
            Diagnosa secara patologi anatomi dan histopatologi, kita dapat menghubungkan tanda-tanda dan gejala yang diamati dari suatu individu dengan perubahan seluler. Pada tahap awal pataologi sangat deskriptif. Penyakit dapat dipahami dan dikategorikan dalam bagian secara patologi anatomi dan histopatologi. Dalam waktu terakhir abad ke-19, dengan menggunakan pendekatan patologi anatomi, mikroskopis, ditambah dengan teknik mikrobiologis, kita dapat mengetahui bahwa apakah penyebab utama kematian hewan adalah dikarenakan biotik agen: protozoa, bakteri, virus, ataupun jamur. Dan pada saat itu telah diketahui bahwa semua penyakit mencerminkan perubahan pada tingkat molekuler.
            Demikian pula pada pendidikan program dokter hewan di Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, salah satu laboratorium yang harus diselesaikan oleh mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) adalah laboratorium patologi, diharapkan bahwa calon-calon dokter hewan dapat mendiagnosis suatu penyakit melalui pendekatan secara patologi anatomi dan histopatologi yang mana keduanya saling berhubungan untuk mendiagnosis suatu penyakit.
HASIL PEMERIKSAAN
Patologi Anatomi
            Secara patologi anatomi hasil pemeriksaan kasus no 3155 adalah paru-paru tampak melisut dengan aspek suram dan permukaan paru seperti ada gelembung-gelembung. Konsistensinya lunak dan ada krepitasi yang menandakan alveolnya mengalami empisema, serta jika dilakukan uji apung maka bagian paru tersebut akan mengapung.
 Gambar 1. Gambaran patologianatomi paru-paru anjing yang mengalami pneumonia interstitialis

b. Histopatologi
Secara histopatologi paru-paru terlihat pertambahan jaringan ikat di interalveoler. Sel-sel radang banyak ditemukan pada darah jaringan ikat tersebut baik di septa alveol maupun pada jaringan ikat peribronchial.
 Gambar 2. Gambaran histopatologi paru-paru yang mengalami pneumonia interstitialis. Tampak Interstitium paru-paru menebal  berisis sel-sel radang (pembesaran 10x).

PEMBAHASAN
Pneumonia Interstitialis
Radang paru-paru (pneumonia) merupakan radang parenkim yang dapat berlangsung baik akut maupun kronik ditandai dengan batuk, suara abnormal pada waktu auskultasi, dyspnoe dan kenaikan suhu tubuh. Radang ini disebabkan oleh berbagai agen etiologi, radang yang disebabkan bakteri terkadang menyebabkan terjadinya toksemia.Pneumonia dapat terjadi sebagai akibat dari infeksi virus, bakteri, jamur, dan larva cacing. Faktor-faktor yang juga dapat berpengaruh atas terjadinya radang paru-paru misalnya: kandang yang lembab, berdebu, ventilasi udara yang jelek (Subronto, 1995).
Virus canine distemper, Adenovirus tipe 2, Parainfluenza tipe 2 dan Canine herpesvirus 1 dapat menyebabkan lesi pada saluran udara dan mengakibatkan pneumonia dan merupakan predisposisi infeksi bakterial pada paru-paru. Agen bakteri seperti: Bordetella bronchiseptika, Streptococcus sp., Pasteurella multocida, E. coli, Mycobacterium tuberculosis dan Mycoplasma sp, biasanya selalu menyebabkan bronchopneumonia dan bentuk lain pneumonia seperti multifokal nekrosis atau pneumonia granulomatosa berhubungan dengan penyebaran secara hematogenous ke paru-paru. Pneumonia mikotika pada anjing sering disebabkan oleh Blastomyces dermatidis, Histoplasma capsulatum, Coccidioides immitis, Pneumocytis carinii dan Cryptococcus neoformans. Pneumonia verminosa pada anjing, biasanya disebabkan oleh migrasi larva cacing Toxocara canis, Ancylostoma caninum dan Strongloides stercoralis.

Patogenesis
Agen-agen infeksi memasuki jaringan paru-paru secara inhalasi (aerogen), hematogen dan limfogen. Adanya keradangan paru-paru menyebabkan pertukaran gas oksigen dan karbondioksida terganggu. Hipoksia yang terjadi diikuti dengan kompensasi berupa peningkatan frekuensi nafas dan intensitas pernafasan yang secara reflektoris terjadi karena adanya rangsangan terhadap reseptor oleh kelebihan CO2. Karena adanya rasa sakit karena terjadi proses keradangan, inspirasi tidak dapat dilakukan dengan leluasa, hingga pernafasan jadi cepat dan dangkal. Karena adanya hiperemi jaringan paru-paru akan mengalami pemadatan dan konsolidasi kepekaan yang meningkat pada selaput lendir pernafasaan menyebabkan jaringan tersebut menjadi peka terhadap rangsangan ringan, misalnya karena udara pernafasan, hingga terjadinya batuk. Oleh karena adanya eksudat didalam saluran pernafasan akan terdengar suara bronchi basah waktu auskultasi. Konsolidasi paru-paru dan eksudat menyebabkan suara vesikuler yang normal menjadi hilang. Perubahan struktur dan kosistensi paru-paru dapat diamati dengan jalan perkusi atau auskultasi.
Infeksi secara hematogen dan limfogen menyebabkan terbentuknya fokus-fokus radang yang tepatnya tersebar pada berbagai lobus paru-paru. Infeksi yang disebabkan oleh kuman pada stadium lanjut akan disertai gejala toksemia, sel-sel mengalami keracunan, hingga mekanisme perlawanan terhadap agen infeksi juga menurun. (Subronto, 1995).
Gejala klinis
Gejala yang terlihat pada infeksi paru-paru adalah dyspnoe (kesulitan bernafas) terutama pada saat menarik nafas. Nafas menjadi cepat dan dangkal. Anjing kesulitan mendapatkan oksigen yang cukup karena jaringan paru-paru terisi oleh cairan, sehingga menurunkan jumlah alveoli yang berfungsi. Lidah, gusi dan bibir mungkin terlihat kebiruan atau abu-abu (cyanosis) sebagai indikator kurangnya oksigen dalam darah. Menurut Subronto (1995) tidak semua proses keradangan diikuti dengan kenaikan suhu tubuh. Kenaikan suhu tubuh pada umumnya tidak dijumpai pada pneumonia yang berlangsung secara kronik, selain itu pneumonia verminosa juga tidak biasa diikuti dengan kenaikan suhu tubuh. Pada pneumonia, anjing terlihat depresi, anoreksia, dehidrasi dan tidak mampu berdiri atau bergerak. Batuk kering, batuk yang dalam dan serak yang merupakan ciri dari pneumonia mungkin akan terdengar. Kadang-kadang sekresi yang berlebihan, berbau busuk dapat menyebabkan timbulnya leleran pada hidung dan mulut hewan yang sakit. Hewan yang menderita pneumonia yang sangat akan menjulurkan kepala dan mengaduksikan sikunya karena kekurangan udara. Jika daerah ang mengalami konsolidasi luas maka akan tampak pada pemeriksaan secara perkusi (pekak) diatas daerah tersebut. Pada auskultasi suara pernafasan bronchial mungkin terdengar dan mungkin juga bronchovesikuler pada tepi daerah konsolidasi. Membrana mukosa dan konjungtiva kemerahan dan terjadi vasa injeksi. Leleran mukus sampai mukopurulen dari mata sering terlihat.
Diagnosa
Penentuan diagnosa didasarkan atas gejala klinis, pemeriksaan auskultasi dan perkusi, pemeriksaan rontgen (Subronto, 1995). Pemeriksaan sitologi dapat menunjukkan respon imun hewan dan uji sensitivitas. Analisa pada leleran hidung penting untuk diagnosa pada infeksi bakteri. Pneumonia yang disebabkan oleh virus biasanya menyebabkan peningkatan temperatur tubuh awal (40-41ÂșC). Pada pemerksaan tinja akan ditemukan telur-telur cacing, yang mungkin mempunyai kaitan dengan proses radang paru-paru, karena larva cacing dalam perjalanannya dapat pula mengakibatkan radang paru-paru (Subronto, 1995).

Pengobatan
Hewan harus ditempatkan pada lingkungan yang kering, tidak lembab dan hangat, hewan diisolasi (Subronto,1995). Pengobatan ditujukan untuk meniadakan penyebab radang, obat-obat antibiotik dan obat sifatnya mendukung, misalnya ekspektoransia dan terapi supportif.
 DAFTAR KEPUSTAKAAN
Anonimus. 2011. Pneumonia Pada Anjing. http://duniaveteriner.com

Resang. A.A., 1984. Patologi Khusus Veteriner. Bogor.

Subronto. 2005. Ilmu Penyakit Ternak (Mamalia). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.